Second day of the 37th IPA Convention and Exhibition further emphasized the importance of enabling

Hari kedua Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) ke-37 tahun 2013 kembali menegaskan pentingnya iklim usaha yang memberdayakan sebagai prasyarat pertumbuhan industri.

Sesi pleno pertama hari ini menggarisbawahi berbagai pembelajaran dari Indonesia dan negara lain. Baik praktisi industri maupun pemerintah sepakat betapa iklim usaha yang memberdayakan akan menarik para pelaku usaha untuk berinvestasi di suatu negara.

Menteri Minyak dan Gas Oman Mohammed Hamad Al Rumhy berbagi kisah keberhasilan negaranya dalam membangun industri migas. Ia menekankan tiga pilar sebagai kunci keberhasilan: (1) hubungan dengan pihak lain, termasuk negara atau perusahaan asing; (2) hubungan internal pemerintah Oman; dan (3) hubungan dengan berbagai sumberdayanya, termasuk teknologi.

Al Rumhy mengatakan, "Orang-orang mulai menyukai apa yang kami lakukan, terkait fasilitas fiskal dan hukum, dan industri pun mulai bertumbuh secara signifikan. Kami menyediakan fasilitas bebas pajak selama periode eksplorasi dan membebaskan mereka untuk berkreasi tanpa perlu mengkhawatirkan isu fiskal."

Panelis berikutnya, President dan CEO of PTTEP Tevin Vongvanich, memuji Oman sebagai negara yang bersahabat dan penuh pengertian, suatu kriteria penting bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Vongvanich menambahkan beberapa faktor penting lain dalam perjalanan PTTEP, berdasarkan pengalaman perusahaannya, termasuk teknologi dan kemampuan perusahaan, perhatian terhadap lingkungan, penciptaan nilai bagi masyarakat sekitar dan portofolio berimbang.

Praktisi industri dari Indonesia, Karen Agustiawan (Presiden Direktur Pertamina) juga berbagi kisah keberhasilan dan ambisi perusahaannya. Dalam beberapa tahun belakangan, Pertamina berhasil mengubah paradigma perusahaan dari cara pandang birokrat menjadi lebih wirausaha. Ia mengatakan, "Kami memiliki tantangan ekstra sebagai perusahaan, yaitu kami berkewajiban untuk menyediakan layanan publik di Indonesia."

Agustiawan berbagi ambisi perusahaan untuk menjadi sebuah perusahaan terkemuka di kawasan Asia pada tahun 2025, dengan pertumbuhan di sektor petrokimia, energi berbasis batubara, tenaga listrik, serta gas. Agustiawan juga menggarisbawahi penekanan perusahaannya atas sumberdaya manusia. Pertamina telah mendirikan Pertamina Corporate University, bekerja sama dengan lembaga-lembaga seperti INSEAD dan Harvard, guna mengembangkan karyawannya. Ke depannya, universitas ini direncanakan untuk dibuka bagi umum.

Sementara itu, Managing Director of Credit Suisse Christian Deiss kembali menegaskan pentingnya peran Asia di pertumbuhan dunia masa depan, diiringi dengan penguatan pasar modal di kawasan ini. Industri migas Asia perlu lebih memanfaatkan peluang ini. Deiss menekankan bahwa sekarang adalah waktu yang sangat menentukan bagi perusahaan nasional dan multinasional di kawasan Asia, karena beberapa perusahaan berbasis di Amerika Serikat telah menarik sebagian investasinya untuk lebih berfokus pada pengembangan usaha di dalam negerinya.

Meskipun banyak pembelajaran yang dapat ditarik dari negara di berbagai belahan dunia, seperti yang diingatkan oleh David Morrison dari Wood Mackenzie, Indonesia memiliki potensi dan tantangan yang unik, dan dengan dimikian akan memerlukan solusi yang unik juga bagi industrinya.

Pernyataan Morrison ini mengkaitkan perbincangan pada sesi pleno pertama ini dengan sesi pleno kedua di hari yang sama. Sesi pleno kedua mendiskusikan apa yang bisa dilakukan Indonesia untuk mewujudkan potensinya.
Salah satu potensi unggul yang digarisbawahi oleh Direktur Jenderal Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Edy Hermantoro adalah cadangan migas di laut dalam Indonesia, terutama di kawasan Indonesia Timur. Ia mengatakan, "Kami paham bahwa pengembangan usaha di kawasan barat masih lebih menguntungkan ketimbang kawasan timur dikarenakan ketitdaktersediaan infrastruktur yang memadai."

Hermantoro menambahkan, "Yang kita butuhkan sekarang adalah sebuah peta khusus yang memaparkan kondisi sedimen di kawasan Indonesia Timur. Peta ini akan membantu para investor untuk melihat potensi kawasan tersebut."
Guna mendorong peningkatan investasi, pemerintah telah berkomitmen untuk memberikan berbagai insentif dan fasilitas bagi sektor hulu migas, termasuk pembebasan cukai dan PPN untuk barang yang diimpor untuk kepentingan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, kemudahan PBB di kawasan kerja selama fase eksplorasi, konsistensi dan kepastian dalam aspek hukum, serta periode kontrak yang memungkinkan pemastian pengembalian hasil investasi.

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Kepala SKKMIGAS Rudi Rubiandini R. S. Ia pun menyadari potensi sumberdaya laut dalam Indonesia dan investasi yang dibutuhkan. Selain itu, Rubiandini dengan tegas menyatakan potensi sektor gas di Indonesia, "Kami tetap perlu mendorong produksi minyak, namun era produksi minyak telah berakhir. Masa depan adalah gas."

Dalam paparannya, Rubiandini mengemukakan tekadnya untuk merampingkan proses persetujuan SKKMIGAS, menggeser paradigma ke arah manajemen makro, mempertahankan rata-rata marjin laba (Pemerintah Indonesia maupun kontraktor) di tingkat sekitar 76,7%, mempertahankan rasio keberhasilan di sekitar 56% untuk sumur eksplorasi serta mendukung eksplorasi cadangan besar sumberdaya hidrokarbon dan CBM (coal-bed methane). Rubiandini juga menunjukkan keterbukaan SKKMIGAS untuk mendiskusikan skema fiskal KKS yang saling menguntungkan.

Mitra industri migas Indonesia yang telah lama berkecimpung di negara ini President Director INPEX Indonesia Shunichiro Sugaya menegaskan pentingnya bagi para anggota IPA sebagai pelaku industri untuk berbicara dengan satu suara guna mengatasi berbagai isu yang dialami oleh industri ini, dan bekerja sama dengan pemerintah untuk mewujudkan potensi migas demi kepentingan rakyat Indonesia.

Sugaya berbagai pandangannya berkenaan dengan kunci keberhasilan pewujudan potensi migas Indonesia melalui proses eksplorasi dan produksi. Penghargaan terhadap kesepakatan KKS, penyediaan insentif serta upaya manajemen makro dari pihak pemerintah merupakan aspek-aspek penting dalam menarik para investor, selain penyediaan kerangka kerja jangka panjang (perpanjangan KKS, penentuan harga gas), ujarnya, akan menghasilkan peningkatan produksi secara keseluruhan dengan investasi berkelanjutan.

Kejelasan perpanjangan kontrak juga dianggap sebagai isu penting oleh Managing Director Chevron Indonesia Jeff Shellebarger, selain kebutuhan akan sumberdaya manusia dan keputusan tentang jenis kontrak yang diterapkan. Shellebarger mengatakan bahwa prioritas dalam berinvestasi merupakan sebuah tantangan bagi industri ini, dan kejelasan perpanjangan kontrak akan meningkatkan kepastian hasil investasi.

Hal ini, serta kepastian, kejelasan, dan konsistensi dari keseluruhan kerangka kebijakan, juga dinilai sebagai faktor penting oleh dua panelis lain pada sesi ini, yaitu Darren Murphy dari Jones Day Law Firm dan Vice President First Reserve Asia Limited Roger Huang. Huang mengatakan, "Melihat biaya yang dibutuhkan, kami cenderung akan berinvestasi di pasar-pasar yang memiliki kerangka kebijakan yang jelas."

Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) ke-37 tahun 2013 diselenggarakan pada tanggal 15-17 Mei di Jakarta mengusung tema "Promoting Investment in a Challenging Environment." Acara ini merupakan konvensi-pameran terbesar yang pernah digelar oleh IPA, dengan kenaikan pengunjung sebesar 30% dibanding dengan tahun sebelumnya, 10.000 pengunjung pameran, dan 260 perusahaan peserta pameran.

 

Previous PostBirokrasi yang Ramping akan Mendorong Investasi Lebih Lanjut dalam bidang Eksplorasi pada Industri M
Next PostThe 38th IPA Convention & Exhibition 2014