Ketidakpastian atas perpanjangan kontrak menghambat produksi

Regulator Hulu minyak dan gas BPMIGAS mengatakan bahwa banyak kontraktor minyak dan gas yang menahan investasi mereka menyusul agresi perusahaan minyak nasional Pertamina dalam mengakuisisi blok yang mendekati berakhirnya masa kontraknya.

Deputi operasi BPMIGAS Rudi Rubiandini menyebutkan penurunan produksi Total E&P Indonesie, yang diperkirakan telah turun sebesar 30.000 barel minyak per hari (bph) karena ketidakpastian atas perpanjangan kontrak.

Kontraktor asing menghindar untuk menanamkan investasi lanjutan dalam mempertahankan atau meningkatkan tingkat produksi dikarenakan oleh pengalaman dari perusahaan Korea yaitu Kodeco Energy, yang kontraknya untuk Blok West Madura Offshore (WMO) tidak diperpanjang akhir tahun lalu meskipun perusahaan tersebut telah menanamkan investasinya dalam jumlah besar dalam 5 tahun terqakhir, kata Pak Rudi. 

"Produksi rata-rata Kodeco meningkat selama 5 tahun kehadiran mereka di WMO, namun yang mereka dapatkan bukalah perpanjangan kontrak melainkan terminasi. Pertamina lalu ditunjuk sebagai operator dari blok tersebut mulai tanggal 7 Mei tahun lalu,"sambung Rudi.

"Keputusan tersebut telah memberikan citra negatif bagi iklim investasi Indonesia, yang menyebabkan kesulitan bagi kita dalam usaha kita untuk meningkatkan produksi minyak saat ini. Namun tentu saja, masalah teknis dan non-teknis lainnya juga turut berkontribusi terhadap kesulitan tersebut.  

Pada 1 Maret produksi minyak negara itu hanya 885.443 barel per hari. Menurut data BPMIGAS, ada 31 kontraktor minyak yang gagal mencapai target yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam draft revisi APBN 2012.

Di antara kontraktor yang belum mencapai target mereka adalah Chevron Pacific Indonesia, yang  5.501 barel per hari lebih kecil dari target 357.200, Total E&P Indonesia (12.469 bph dari target 85.500 bph), Pertamina EP (10.972 bph dari 135.000 bph) dan Pertamina Hulu Energi- WMO (10.499 barel per hari dari 23.000 barel per hari).

Draft revisi APBN 2012 menetapkan bahwa target produksi minyak direvisi dari 950.000 menjadi 930.000 barel per hari. Namun, dari rencana kerja dan anggaran yang disampaikan oleh perusahaan migas, tingkat produksi ditetapkan hanya sebesar 890.874 barel per hari.

Wakil ketua Indonesian Petroleum Association (IPA), Sammy Hamzah, mengatakan bahwa penyebab utama di balik keraguan investor adalah ketidakpastian hukum.

"Masalah inti adalah tentang ketidakpastian - apakah kontrak akan diperpanjang atau tidak," katanya kepada wartawan melalui telepon.

Dia mengatakan sesuai dengan UU Minyak dan Gas tahun 2001, kontraktor dapat mengajukan perpanjangan kontrak kepada pemerintah 10 tahun sebelum berakhirnya masa kontrak dalam rangka memberikan tingkat kepastian untuk rencana investasi. Namun, dia mengakui pengalaman WMO telah mengirimkan pesan buruk kepada investor.

Pemerintah memberikan hak untuk mengoperasikan Blok WMO kepada Pertamina pada tanggal 5 Mei, hanya sehari sebelum kontrak berakhir.

 

Previous PostIPA tetap tuntut revisi PP cost recovery
Next PostRising Economic Growth Energy Demand Drive Need for Speedy Energy Reforms