Mengejar Target Lifting Migas 2025

Menutup tahun 2024, industri minyak dan gas bumi (migas) Indonesia menghadapi dua tantangan yang signifikan. Di satu sisi, swasembada energi yang didengungkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo membuat sektor migas masih menjadi penopang utama kebutuhan energi nasional. Sementara di sisi lain, transisi energi yang mendorong tren investasi ke arah energi baru dan terbarukan (EBT) turut mempengaruhi investasi di sektor hulu migas. Akibatnya, aktivitas eksplorasi dan pengembangan lapangan migas pun mengalami tren penurunan sehingga berdampak pada jumlah produksi (lifting) yang terus menurun. 

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Djoko Siswanto, dengan tegas menyampaikan bahwa tantangan ini memerlukan langkah nyata. "Tantangan utama yang dihadapi industri hulu migas saat ini adalah penurunan produksi yang terus berlangsung," ujar Djoko dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Selasa (3/12/2024).

Target Lifting 2025 yang Menantang 

Nota Keuangan RAPBN 2025 mencantumkan angka lifting minyak mencapai 600 ribu barel per hari dan gas bumi mencapai 1,005 juta barel setara minyak per hari. Sementara, data SKK Migas menunjukkan realisasi lifting minyak Indonesia pada 2024 hanya 576 ribu barel per hari dengan outlook pada akhir tahun sebesar 595 ribu barel per hari.   

Meningkatkan produksi tentu tak mudah, mengingat sekitar 70% sumur minyak di Indonesia sudah tua (mature) dan minimnya penemuan sumur minyak yang baru. Karena itu, tren penurunan lifting secara alami diperkirakan akan terus berlanjut. Padahal di sisi yang lain, kebutuhan energi dalam negeri justru meningkat pesat didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8% dan industrialisasi berbagai sektor.

Lalu, Bagaimana Cara Mencapai Target lifting

Pemerintah melalui SKK Migas sejatinya telah menyusun sejumlah langkah strategis untuk meningkatkan produksi demi mencapai target lifting yang ada. Salah satunya adalah menerapkan teknologi EOR atau Enhanced Oil Recovery sebagai upaya lanjutan untuk mengangkat minyak yang masih terdapat di dalam sumur. Namun, diakui bahwa EOR untuk meningkatkan produksi minyak memiliki skala yang sangat terbatas. Kita tidak bisa hanya mengandalkan optimalisasi pada sumur-sumur tua yang sudah melewati masa-masa puncak produksinya. 

Pilihan lain untuk meningkatkan produksi ialah mengupayakan penemuan cadangan baru atau dengan melakukan eksplorasi. Semakin banyak eksplorasi maka persentase keberhasilan untuk menemukan cadangan migas baru akan semakin meningkat. Diketahui, Indonesia memiliki banyak cekungan yang belum dieksplorasi dan berpotensi menyimpan cadangan migas baru. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua cekungan yang belum dieksplorasi merupakan cekungan yang mengandung migas (petroleum basin).

Hal yang perlu diperhatikan adalah eksplorasi membutuhkan modal yang besar dan teknologi yang tinggi. Kontraktor yang bersedia melakukan eksplorasi tentu telah memperhitungkan semua hal yang ada. Untuk itu, pemerintah perlu memastikan adanya daya tarik investasi yang tinggi untuk menarik investor migas global melakukan eksplorasi di Indonesia. 

Selain eksplorasi, hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi migas adalah mempercepat proses pengembangan lapangan yang sudah ditemukan adanya cadangan migas, sehingga dapat mengurangi waktu tunggu dari tahapan eksplorasi menuju tahapan produksi.

Apa yang sudah dilakukan? 

Sepanjang tahun 2024, SKK Migas telah mengambil beberapa langkah strategis untuk mempercepat eksplorasi. 

Pertama, studi eksplorasi diarahkan untuk menemukan cadangan baru yang dapat segera dikembangkan menjadi lapangan produksi. SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sudah melakukan survei seismik 2D sepanjang sekitar 48.500 km, survei 3D seluas sekitar 10.000 km persegi, serta aktivitas full tensor gradiometry seluas sekitar 250.000 km persegi. 

Kedua, meningkatkan pengeboran sumur eksplorasi. Pada 2024, target pengeboran sumur eksplorasi mencapai 925 sumur. Angka itu bakal terus meningkat menjadi lebih dari 1.000 sumur eksplorasi pada tahun berikutnya. 

Ketiga, perbaikan ketentuan kontrak bagi hasil Gross Split. Dalam rangka meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia, pemerintah telah memperbaiki ketentuan yang ada pada skema kontrak bagi hasil Gross Split (New PSC Gross Split) melalui Peraturan Menteri ESDM No 13/2024. Skema New PSC Gross Split ini dapat menjadi pilihan investor yang berminat berbisnis di Indonesia, selain skema kontrak yang sudah ada yaitu PSC Cost Recovery

Keempat, penyederhanaan izin yang dibutuhkan dalam kegiatan hulu migas di Indonesia. Jika sebelumnya ada sekitar 320 izin yang harus diurus mulai dari tahap survei dan eksplorasi, kini angka tersebut sudah menurun menjadi sekitar 140 izin. 

Apa yang Harus Ditingkatkan? 

Meskipun sejumlah langkah strategis yang dilakukan SKK Migas pada 2024 telah menunjukkan kemajuan, namun masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi migas, terutama jika mengingat salah satu fokus pemerintahan Presiden Prabowo adalah Swasembada Energi. Tingginya impor minyak saat ini dibandingkan dengan jumlah produksi migas yang ada, guna memenuhi kebutuhan energi nasional, menunjukkan bahwa Indonesia sudah berada pada kondisi krisis energi. 

Untuk itu, strategi utama meningkatkan produksi melalui peningkatan eksplorasi migas dapat dilakukan melalui pendekatan berikut:

Pertama, mempertahankan adanya pilihan skema kontrak bagi kontraktor (PSC Gross Split atau PSC Cost Recovery) sehingga investor memiliki fleksibilitas untuk memilih skema yang paling cocok dengan profil komersial lapangan dan proyek migas mereka.

Kedua, cukupnya regulasi pendukung bagi fleksibilitas kontrak yang ada, seperti jumlah dan proses pengurusan perizinan yang efektif dan efisien, sehingga proyek yang dikerjakan kontraktor dapat berjalan sesuai tata waktu yang dan tidak berlarut-larut. Meskipun jumlah izin yang harus diurus telah menurun, tapi koordinasi antara instansi pemerintah dan kepastian peraturan terkait perizinan masih perlu terus diperbaiki. Sinergi yang baik antar instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi kunci perbaikan terkait regulasi kedepannya.

Ketiga, memastikan adanya nilai keekonomian proyek migas yang menarik. Terkait hilirisasi yang juga merupakan fokus pemerintah saat ini, pasokan energi yang stabil menjadi hal yang penting untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Hal itu tentunya berkaitan erat dengan keberlanjutan proyek-proyek hulu migas yang akan mensuplai kebutuhan industri hilir. 

Keempat, menyesuaikan kebijakan eksplorasi dan pengembangan lapangan dengan prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) guna memastikan proyek yang dikerjakan investor memiliki fokus pada keberlanjutan dan selaras dengan target net zero emission. 

Keenam, melanjutkan studi komprehensif untuk memetakan wilayah-wilayah yang belum tereksplorasi namun memiliki potensi migas besar.

Selamat Datang 2025! 

Di tengah tantangan akan selalu ada harapan dan peluang. Sektor hulu migas merupakan pilar penting untuk mencapai target swasembada energi di era transisi energi sekarang ini. Melalui pendekatan yang tepat, seperti eksplorasi yang masif, regulasi yang mendukung, dan adanya sinergi antara seluruh instansi pemerintah dan pelaku industri, target itu niscaya tercapai.

Previous PostTantangan dan Optimisme Investasi Hulu Migas Sepanjang Tahun 2024
Next PostMenjawab Tantangan Besar Menuju Target Lifting Migas 2025