Migas: Pilar Strategis dalam Transisi dan Ketahanan Energi Nasional
Di tengah meningkatnya dorongan global untuk beralih ke energi bersih, realitas konsumsi energi dunia masih menunjukkan kebutuhan yang tinggi terhadap minyak dan gas bumi (migas). Ketidakpastian geopolitik, kendala pasokan global, dan kompleksitas realisasi proyek energi terbarukan di berbagai negara justru memperkuat posisi migas sebagai penopang dalam menjaga kestabilan pasokan energi jangka pendek hingga menengah.
Indonesia berada di posisi yang serupa. Meskipun mendukung penuh agenda transisi energi, pemerintah menyadari bahwa keberadaan migas tetap vital, terutama sebagai pengaman pasokan energi nasional dan pendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam bauran energi primer nasional 2023, migas masih menempati peringkat kedua setelah batu bara. Data ini menunjukkan bahwa migas masih harus dimanfaatkan secara strategis untuk mendukung transisi yang berkelanjutan.
Migas dalam Strategi Transisi Energi Nasional
Keberadaan migas di tengah transisi energi menjembatani kebutuhan energi saat ini dengan tujuan jangka panjang menuju net-zero emissions. Sektor transportasi, industri manufaktur, hingga pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan migas sebagai sumber energi utama. Dalam situasi ini, mempercepat pembangunan energi terbarukan tetap menjadi tujuan, tetapi memastikan ketersediaan migas adalah kebutuhan krusial.
Beberapa alasan migas masih sangat penting dijabarkan sebagai berikut:
- Permintaan Energi Nasional Terus Meningkat: Seiring pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk, kebutuhan energi Indonesia diproyeksikan meningkat secara signifikan dalam dekade mendatang. Migas menyediakan pasokan yang stabil untuk menjawab lonjakan permintaan tersebut, khususnya di sektor transportasi dan industri berat.
- Penopang Infrastruktur dan Industri Nasional: Industri seperti petrokimia, pupuk, dan pembangkit listrik sangat bergantung pada gas bumi sebagai bahan bakar maupun bahan baku.
- Jaminan Ketahanan Energi Nasional: Ketersediaan migas domestik menjadi cadangan penting untuk mengantisipasi gejolak global.
- Dukungan terhadap Transisi Energi yang Adil: Migas dapat berperan sebagai “energi penyangga” sambil tetap mengurangi intensitas emisinya melalui beberapa solusi teknologi, salah satunya Carbon Capture and Storage (CCS).
Pemerintah menempatkan sektor migas sebagai bagian integral dari strategi transisi energi. Investasi besar-besaran di sektor hulu migas terus digalakkan untuk menjaga kapasitas produksi, terutama dari lapangan-lapangan baru dan revitalisasi lapangan tua. Proyek strategis nasional seperti Abadi Masela dan Indonesia Deepwater Development (IDD) menjadi contoh komitmen pemerintah dalam mengamankan pasokan energi nasional ke depan.
Meskipun komitmen pemerintah tinggi, sektor migas nasional tetap menghadapi tantangan besar seperti fluktuasi harga minyak global, kompleksitas geologi, persaingan regional dengan negara lain, dan kebijakan global menuju dekarbonisasi. Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan pendekatan strategis dan kolaboratif antar pemangku kepentingan.
Pemerintah pun mengambil langkah progresif, termasuk menyederhanakan regulasi, mempercepat proses perizinan, dan memberikan insentif fiskal seperti tax holiday, pengurangan royalti, serta skema bagi hasil yang lebih kompetitif.
Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang percepatan hilirisasi dan ketahanan energi nasional. Salah satu implementasinya adalah kolaborasi lintas kementerian, seperti dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam penerbitan lebih dari 300 KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) hingga awal 2025 untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan produksi migas.
Iklim investasi juga terus diperbaiki melalui penyederhanaan regulasi, pemberian insentif fiskal dan non-fiskal, serta penguatan kepastian hukum dan stabilitas politik guna menciptakan rasa aman bagi investor.
Keberhasilan Indonesia dalam memaksimalkan peran migas sebagai pilar transisi energi akan sangat menentukan stabilitas energi nasional dalam 10-20 tahun ke depan. Dengan strategi yang terukur dan realistis, Indonesia tidak perlu memilih antara migas atau energi hijau, keduanya bisa berjalan berdampingan sebagai bagian dari peta jalan menuju masa depan energi yang berkelanjutan, adil, dan inklusif.