Saatnya Ada Paradigma Baru dan Tindakan Nyata Guna Membangkitkan Kembali Industri Migas Indonesia

Hari ketiga dan terakhir ini menyimpulkan berbagai diskusi yang berlangsung dalam acara yang berlangsung selama tiga hari. Adanya pernyataan yang mengingatkan peserta akan dinamika yang terjadi baik di dunia maupun di Indonesia. Termasuk di antaranya kenyataan bahwa produksi minyak Indonesia tengah mengalami penurunan dan langkah-langkah nyata perlu diambil untuk mengatasi permasalahan ini jika Indonesia ingin merealisasikan potensi migasnya.

Selama sesi khusus pertama di pagi hari, berjudul "New Oil and Gas Law: Vision and Expectation", para panelis sepakat adanya kebutuhan akan kerangka kebijakan yang bervisi jangka panjang dan berimbang antara kepentingan nasional dan para investor.

Terjadi perdebatan mengenai bagaimana bentuk undang-undang sektor migas Indonesia di masa depan, atau bahkan apakah undang-undang baru benar-benar diperlukan. Apapun keputusannya nanti, Craig McMahon dari Wood Mackenzie mengingatkan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan implikasi dari kemungkinan keputusan yang akan diambil.

Menilik situasi, potensi dan tantangan saat ini, undang-undang yang ditetapkan harus dapat mendorong investasi dan eksplorasi, dan meningkatkan kejelasan serta kepercayaan di kalangan investor. "Hal yang paling dibutuhkan investor adalah stabilitas, lebih dari faktor lain apa pun," tegas McMahon.

Dengan tengah berlangsungnya proses penyusunan undang-undang baru di DPR, industri migas kini menunggu apa yang akan ditawarkan oleh pemerintah bagi industri ini. Anggota Komisi VII DPR Satya W. Yudha menjelaskan proses penyusunan undang-undang tersebut dan segala pertimbangan yang menyertainya. Ia menyampaikan, "Kami ingin memastikan bahwa kami memiliki dasar yang kuat untuk undang-undang ini. Karena itu, kami bersikeras untuk memiliki catatan akademis yang kuat guna melandasi undang-undang tersebut, yang kami harap dapat difinalisasi pada tahun mendatang."

Craig McMahon menambahkan, "Mengingat tingginya risiko proses ini, pemerintah harus memberikan sinyal bahwa mereka bersedia untuk berbagi risiko tersebut."

Selain itu, kemampuan adaptasi industri ini juga terus diuji dengan kondisi Indonesia yang demikian dinamis. Todung Mulya Lubis dari Biro Hukum LSM menyatakan, "Indonesia tengah berubah. Negara ini tengah mengalami kekuatan demokrasi yang menguat, disertai dengan kebebasan media dan masyarakat tingkat menengah yang terus berkembang. Anda dapat melihat bahwa kini terdapat beberapa pusat kekuatan, termasuk di antaranya masyarakat madani, pemerintah daerah, serta sektor swasta. Tentunya, Anda juga harus mempertimbangkan dan beradaptasi terhadap faktor tersebut ketika hendak berinvestasi di Indonesia."

Di sinilah IPA dapat memainkan perannya dan menjadi suara dari industri migas. "Pertanyaannya adalah," ujar Lin Che Wei, "Apakah Anda dapat berbicara dengan bahasa mereka dan memastikan bahwa mereka memahami maksud Anda. Jika Anda dapat menerapkan hal ini, Anda akan mendapat dukungan yang Anda perlukan, karena mereka paham bahwa Anda pun berusaha memberikan yang terbaik bagi mereka."

Dengan tataran yang demikian dinamis, isu yang begitu rumit, banyaknya pemangku kepentingan terlibat serta risiko tinggi, kejelasan visi sangatlah dibutuhkan. Darmawan Prasodjo, Presiden Komisaris PT Ametis Energi menyatakan, "Sebelum kita membahas rinciannya, kita harus menentukan tujuan kita secara jelas."

Darmawan menyarankan sebuah opsi tujuan, yaitu nasionalisme energi terukur dalam koridor pembangunan nasional tanpa melibatkan sentimen anti-asing. Ia menambahkan, "Sukses dijabarkan sebagai pemerintahan yang baik, dukungan pemerintah yang sinergis, serta pemberian nilai tambah bagi sumber daya nasional."

Untuk ini, tambah Darmawan, dibutuhkan kepemimpinan yang mampu menginspirasi. "Suatu kepemimpinan yang cerdas, tidak harus ultra nasionalis."
Diskusi berkembang menjadi lebih terperinci dan praktis selama sesi khusus di sore hari, yang bertemakan "Increasing National Oil and Gas Production: Challenges for all Stakeholders." Jajaran panelis berbagi pandangan mereka terkait tantangan dan memberikan saran penyelesaian isu secara taktis.

Suryo Pratomo dari Metro TV menyampaikan konteks yang baik terkait diskusi, "Dulu, Indonesia telah menikmati hasil dari industri migas yang berkembang pesat. Seiring dengan itu, kita berhasil membangun prasarana penting, sekolah, serta fasilitas kesehatan. Namun, kita harus ingat, Indonesia kini telah menjadi negara pengimpor minyak. Zaman telah berubah. Karena itu, pendekatan pun harus berubah pula."

Terdapat opini yang konsisten dari panelis perwakilan pemerintah dan DPR bahwa pemerintah berkomitmen untuk mendukung dinamika industri yang terus berubah ini.

Gde Pradnyana, Corporate Secretary SKK MIGAS menyatakan, "Industri migas harusnya dapat menjadi penggerak ekonomi nasional dan tidak diperlakukan semata sebagai sumber penghasil devisa. Selain itu, industri juga perlu memelihara keberimbangan kepentingan KKS dan pemerintah."

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, menekankan bahwa dengan segala perubahan yang terjadi, migas tetap memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia. "Dan kuncinya ada pada industri hulu," ujar Bambang. Kementerian tengah bekerja sama dengan instansi pemerintah lain untuk meningkatkan fasilitas, terutama bagi kegiatan eksplorasi. Hal ini termasuk pembebasan pajak, fiskal, pajak impor, dan tingkat pengembalian internal.

Suyoto, Bupati Bojonegoro, menjelaskan bahwa kabupatennya telah berupaya menyesuaikan dan memberikan dukungan bagi perusahaan migas yang ingin beroperasi di daerahnya. "Kami sangat tanggap atas berbagai kebutuhan yang mungkin dimiliki oleh para perusahaan tersebut."

Ia menambahkan, "Kami tetap mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat bagi industri migas. Kami hanya punya satu permintaan: bahwa kita semua memberikan perhatian cukup terhadap pembangunan daerah dan masyarakatnya."

Selain itu, "Manfaat harus bisa dinikmati bukan hanya oleh daerah operasi perusahaan migas, namun juga daerah lainnya di Indonesia," ujar anggota Komisi VII DPR, Milton Pakpahan.

Anggota Dewan IPA, Marjolin Wajong mewakili suara industri dalam sesi ini. Wajong memberikan beberapa rekomendasi untuk memajukan industri migas. Termasuk di antaranya insentif yang memadai, kebijakan harga untuk gas non-konvensional (CBM), implementasi instruksi presiden No. 2/2012, dan fleksibilitas dalam penerapan cabotage.

Ia menandaskan, "Sekarang sudah bukan waktunya untuk perencanaan lagi. Mari langsung mengambil langkah nyata. Instruksi Presiden sudah sangat bagus. Sekarang saya menantang pemerintah untuk mengatakan kemajuan apa yang akan terlaksana dalam dua sampai tiga bulan ke depan."

Berbicara pada acara penutupan Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) ke-37 tahun 2013 hari ini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia, Susilo Siswoutomo, mengatakan bahwa pemerintah sangat serius dalam mendukung industri ini.

Dalam upacara penutupan, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk mendukung, mempromosikan, dan memfasilitasi pelaku industri migas guna mendorong proses eksplorasi dan produksi di seluruh penjuru wilayah Indonesia.

"Presiden telah menginstruksikan Kementerian ESDM dan instansi pemerintah terkait pada upacara pembukaan Konvensi dan Pameran Tahun ke-37 IPA, untuk mengambil langkah yang diperlukan demi memperbaiki iklim investasi di Indonesia, termasuk reformasi birokrasi perizinan dan lisensi," ujar Susilo, seraya menambahkan bahwa kolaborasi dan kerjasama antar pemangku kepentingan juga penting untuk mendukung pertumbuhan industri, terutama dalam memberikan manfaat optimal bagi rakyat Indonesia.

Selaras dengan pernyataan Wakil Menteri ESDM, Lukman Mahfoedz, Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA), mengatakan bahwa tantangan yang sekarang dihadapi oleh IPA adalah untuk mengubah pesan positif yang terdengungkan selama tiga hari pameran menjadi tindakan nyata.

"Upaya berkelanjutan untuk mempertahankan dan memperbaiki iklim investasi adalah prioritas pemerintah untuk mengoptimalkan produksi migas di seluruh negeri. Namun, seluruh pemangku kepentingan, terutama pelaku industri harus berperan aktif dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif baik bagi investor nasional maupun asing, serta bahu-membahu menggiatkan kegiatan eksplorasi," kata Lukman.

Konvensi dan Pameran IPA tahun ini dikunjungi oleh 16.128 peserta, menjadikannya ajang IPA dengan jumlah kesertaan tertinggi sepanjang sejarah. Menurut ketua pameran, Bambang Istadi, "Dalam acara pembukaan saja, tercatat lebih dari 4.000 orang yang hadir dan jumlah tersebut terus meningkat secara signifikan selama tiga hari pameran. Hal ini menunjukkan antusiasme para pemangku kepentingan industri untuk ikut serta dalam acara migas terbesar di Asia Pasifik ini."

Konvensi dan Pameran IPA ke-37 diselenggarakan pada tanggal 15 - 17 Mei di Jakarta dengan tema "Promoting Investment in a Challenging Environment".

Previous PostThe IPA Explained the Cost Recovery mechanism to the Media
Next PostPRESS RELEASE: IPA Deeply Concerned on Criminalization of Corporate's Business Decision