DPR Bahas Revisi UU Migas Akhir November

JAKARTA-Komisi VII DPR akan mulai membahas daftar inventaris masalah revisi Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan pemerintah pada akhir November 2010.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Milton Pakpahan dalam diskusi RUU Migas yang diselenggarakan Ikatan Wartawan Energi dan Mineral (IWEM) bersama ReforMiner Institute di Jakarta, Selasa, mengatakan, pihaknya akan mendahulukan pembahasan DIM revisi UU Migas tersebut.

"Setelah masa reses berakhir 26 November 2010, kami akan bahas revisi UU ini sehingga sebelum akhir tahun ini sudah ada kemajuan," katanya.

Menurut dia, revisi UU Migas merupakan respons DPR atas perubahan implementasi pengelolaan migas dan perlunya penyempurnaan tata kelola migas.

Arahnya adalah mendukung penerimaan negara, pemenuhan kebutuhan energi, konservasi dan diversifikasi, refungsionalisasi kelembagaan, dan persyaratan kontrak. "Komisi VII DPR telah membentuk Panitia Kerja Revisi UU Migas," ujarnya.

Milton mengatakan, selama delapan bulan terakhir, pihaknya menerima masukan sejumlah pihak seperti ahli geologi, pengusaha, pakar, dan tokoh masyarakat. "Dari masukan-masukan itu, kami sudah petakan masing-masing persoalan dan siap dibahas dengan pemerintah," katanya.

Sementara Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H Legowo dalam paparannya yang disampaikan Direktur Hulu Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro mengatakan, poin-poin perubahan UU Migas adalah aspek ketahanan energi, penyelenggaraan kegiatan migas, dan keuangan fiskal dan investasi.

Aspek ketahanan energi, lanjut Evita, menyangkut antara lain mengutamakan badan usaha nasional dalam penyediaan komoditas migas, keberpihakan pada pemanfaatan domestik (domestic market obligation/DMO), dan ketentuan cadangan strategis migas nasional.

Aspek penyelenggaraan kegiatan usaha migas adalah harga ditetapkan pemerintah, subsidi bersifat langsung, dan bukan harga, kuasa pertambangan tetap ditangan pemerintah, dan minimum persentase DMO 25 persen volume.

Lainnya adalah pengaturan impor, bentuk kontrak ada dua yakni kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) atau kontrak lain, dan peningkatan peran daerah diatur dalam peraturan pelaksanaan seperti pengawasan SPBU.

Aspek keuangan, fiskal, dan investasi di antaranya adalah perlunya insentif gas baik hulu maupun hilir bagi pemanfaatan domestik, "lex specialist" pajak, pajak karbon bagi BBM, insentif keuangan hulu dan hilir, insentif fiskal infrastruktur hulu dan hilir, dan pemanfaatan sebagian penerimaan migas untuk pengembangan kemigasan.

Tidak Perlu Revisi
Sementara itu, Penasehat Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Suyitno Patmosukismo mengatakan, pihaknya memandang revisi UU Migas tidak diperlukan.

"IPA yakin iklim usaha dapat diperbaiki tanpa merevisi UU Migas," katanya.

Menurut dia, perbaikan iklim yang kondusif hanya memerlukan penetapan sejumlah peraturan pelaksanaan UU Migas.

Beberapa kebijakan yang perlu dimasukkan dalam peraturan pelaksanaan UU Migas antara lain penghormatan kontrak, pentingnya investasi eksplorasi, kepastian perpanjangan kontrak, harga gas yang kompetitif, kepastian fiskal, dan percepatan birokrasi. (tk/ant)

Previous PostRI di ambang Inisiatif untuk Transparansi
Next PostKontraktor Migas Diakomodasi - PP Cost Recovery Jamin Investor