Kontraktor Migas Diakomodasi - PP Cost Recovery Jamin Investor

Setelah pembahasan alot hampir dua tahun, peraturan pemerintah soal biaya produksi migas yang bisa ditagihkan kepada negara (cost recovery) ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Senin (27/12) di Jakarta, menjamin PP Cost Recovery menguntungkan pemerintah ataupun kontraktor kontrak kerja sama migas. Menurut Hatta, pemerintah telah mengakomodasi tiga hal penting yang menjadi kekhawatiran kontraktor migas.

Ketiga hal itu adalah pembatasan (capping) cost recovery, peraturan berlaku surut atau retroaktif, serta ketiga pungutan dan pajak selama masa eksplorasi.Hatta memastikan ketiga hal itu tak ada dalam PP Cost Recovery yang diterbitkan. Ia mengatakan, sejumlah hal yang juga diatur detail dalam bagian exhibit C kontrak kerja sama migas masuk ke dalam PP Cost Recovery.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, PP tersebut memberi kepastian dan kejelasan kepada para kontraktor kontrak kerja sama migas. ”Beberapa waktu lalu mereka kan khawatir jangan-jangan cost recovery dibatasi. Begitu pula dengan isu perpajakan, semua sudah dijawab dalam PP itu,” ujar Agus.

Perlu diatur lebih tegas
Ia menjanjikan penjelasan resmi tentang isi PP akan disampaikan sebelum akhir tahun. Rancangan PP Cost Recovery mulai dibahas tahun 2008 dengan latar belakang pertimbangan pemerintah bahwa perlu dibuat aturan yang lebih tegas terkait biaya produksi migas karena menyangkut penerimaan dan pengeluaran APBN.

Berdasarkan catatan Kompas, pembahasan berlangsung alot karena ada perbedaan pandangan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral terkait ruang lingkup pengaturan cost recovery.

Wakil Presiden Asosiasi Perminyakan Indonesia Sammy Hamzah mengatakan, pihaknya belum menerima salinan PP Cost Recovery. Menurut Sammy, asosiasi akan secepatnya melakukan kajian agar bisa memberi masukan kepada pemerintah.

Sementara anggota Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha, mengatakan, PP Cost Recovery diharapkan sudah menghapus pasal yang cukup kontroversial, seperti adanya auditor independen di luar Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas yang bisa melakukan penilaian layak tidaknya suatu pokok kegiatan masuk ke dalam cost recovery. ”Fungsi BP Migas jadi semakin dipertanyakan kalau pemerintah bisa meminta independent assessment lain untuk masuk,” kata Satya. Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, pemerintah harus tunduk pada aturan APBN 2010 yang menyatakan PP Cost Recovery harus sudah berlaku tahun 2010. (DAY/DOT)

Previous PostDPR Bahas Revisi UU Migas Akhir November
Next PostAzas Cabotage Bisa Mengganggu Produksi Minyak dan Gas