Produksi Migas Terancam Terus Turun

JAKARTA – Tidak adanya proses transparansi dalam perpanjangan kontrak kerja sama (KKS) minyak dan gas (migas) dalam tahun-tahun menjelang berakhirnya kontrak berpeluang besar memicu penurunan investasi yang akibatnya bisa berujung pada terus menurunnya produksi.

“Jika pemerintah tidak transparan dalam proses perpanjangan, yang sangat berpeluang menurunkan produksi. Tidak heran jika Indonesia terus menerus menjadi pengimpor minyak, “kata Suyitno Patmosukismo, Penasehat Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) kepada Investor Daily dalam senimar Quo Vadis Revisi Undang-Undang Migas di Hotel Niko, Jakarta, Selasa (9/11).

Menurut Suyitno, selain membutuhkan transparansi dalam perpanjangan KKS, untuk menarik investasi, penerapan harga gas merupakan hal yang utama. Kendati pemerintah akan menetapkan harga, namun kebijakan penetapan harga hendaknya tetap berdasarkan pada mekanisme pasar. “Pasokan gas akan terganggu apabila harga gas dikaitkan dengan pemberian subsidi bagi industri lain,” tutur dia.

Dia mengeluhkan, KKS yang masih berlaku mengalami pengikisan secara terus menerus dangan diberlakukannya berbagai peraturan baru yang berdampak pada keekonomian kontrak. UU No. 22/2001 pasal 63c memberi kepastikan hukum bagi dipertahankannya ketentuan KKS.

Suyitno mengusulkan agar UU No. 22/2001 mencantumkan pasal yang mengonfirmasikan prinsip dasar kepastian hukum tersebut. Dia juga meminta peraturan pemerintah hendaknya tidak bertentangan dengan UU migas, diantaranya tidak mencantumkan pembatasan cost recovery maupun pemberlakuan surut.

Untuk menjamin produksi di masa depan, kegiatan eksplorasi harus didorong dan dipercepat. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian insentif untuk mendorong peningkatan aktivitas eksplorasi yang dilakukan di wilayah yang semakin sulit dan penuh tantangan.

“Sedangkan untuk mendukung peningkatan investasi hendaknya pemerintah dapat mengubah peraturan yang membatasi akses data yang berlaku saat ini,”ucap dia.

Di tempat yang sama, Milton Pakpahan, anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat, mengatakan, penerapan kontrak bagi hasil (KBH) dapat menurunkan minat investor dalam kegiatan hulu migas.

“Pemerintah hendaknya menciptakan iklim investasi yang baik jika ingin merangsang minat investor. Kalau investor sudah tidak berminta, sudah pasti terjadi penurunan produski,”urai Milton.

Dia menyampaikan, berdasarkan hasil survey Price Watherhouse Coopers (PwC) pada 2002 dan 2005, penurunan minat investor akibat berkurangnya persepsi investor terhadap potensi sumber daya migas di Indonesia telah menyebabkan turunnya harga minyak atau gejolak politik.

Previous PostRevisi UU Migas fokus pada empat pilar
Next PostESDM Minta Keringanan Cabotage