Petroleum Fund Dinilai Berpotensi Tingkatkan Risiko Keuangan Negara

Indonesian Petroleum Association (IPA) menilai rencana pembentukan dana pengembangan eksplorasi minyak dan  gas bumi (petroleum fund) berpotensi menimbulkan risiko lebih besar bagi keuangan pemerintah. Apalagi, dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kata pengurus Asosiasi. Rencana pembentukan Petroleum Fund dengan dana yang dikelola oleh lembaga khusus pemerintah juga berarti pemerintah telah masuk dan turut serta dalam bisnis migas nasional.
 
Sammy Hamzah, Vice President IPA, mengatakan konsep petroleum fund memang sangat baik untuk menurunkan risiko investasi bagi investor, selain untuk melengkapi data geologi dan geofisika wilayah kerja sama migas. Dengan begitu, minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor hulu migas di Tanah Air akan terus tumbuh. “Namun, keberadaan petroleum fund ini akan sia-sia apabila iklim investasi minyak dan gas bumi di Indonesia tidak ada perubahan dari saat ini,” ujarnya kepada IFT, Jumat.

IPA menyarankan pemerintah agar fokus pada peningkatan iklim investasi yang lebih baik daripada dipusingkan dengan urusan pembentukan petroleum fund. Pemerintah perlu memberikan berbagai insentif yang mendorong investor menamkan modalnya di sektor hulu migas, sehingga pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana. Stimulus yang diusulkan investor migas antara lain pemberian insentif fiskal  dan penyelesaian tumpang tindih lahan. “Jika iklim investasi pro-investasi, tanpa ada petroleum fund pun investor akan datang dengan sendirinya,” katanya.

Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) mengusulkan kepada pemerintah agar 5% dana dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas dialokasikan untuk petroleum fund. Rudi Rubiandini, Deputi Operasi BP Migas, mengatakan dana itu digunakan untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi, sehingga cadangan migas nasional bertambah.

“Sebanyak 4% dari dana yang diusulkan untuk petroleum fund digunakan untuk  investasi pengembangan eksplorasi dan 1% pengembangan sumber daya manusia,” katanya.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, PNBP sektor migas tahun ini ditargetkan Rp 149,3 triliun, terdiri atas penerimaan minyak bumi Rp 107,5 triliun dan gas bumi Rp 41,8 triliun, turun dibanding realisasi tahun lalu. Pada 2010, dana PNPB migas mencapai Rp 151,7 triliun, terdiri atas minyak bumi Rp 112,5 triliun dan gas bumi Rp 39,2 triliun.

Tidak Konsisten

IPA, menurut Sammy, selama ini mendapat kesan dari sejumlah investor bahwa tujuan dan kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan investasi di sektor hulu migas tidak konsisten. Pemerintah masih membutuhkan investor untuk meningkatkan investasi hulu migas, tapi di sisi lain kebijakan mikro, yaitu antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, BP migas, dan pemerintah daerah justru tidak harmonis. "Ketidakharmonisan antara tujuan dan kebijaksanaan pemerintah itulah yang membuat investor menjadi ragu dan enggan berinvestasi di hulu migas nasional," ujarnya.

Sammy juga menilai petroleum fund bukan hal baru di sejumlah negara. Di negara lain seperti Libya, pemerintah juga ikut berbisnis. Dengan demikian, jika ada penemuan cadangan baru, pemerintah ikut berinvestasi dalam pengembangannya, sehingga penerimaan negara menjadi lebih besar.

Gde Pradnyana, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas, mengatakan petroleum fund nantinya dikelola oleh sebuah lembaga pemerintah, serupa dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Kementerian Keuangan.  "Dalam pandangan kami, petroleum fund itu nanti akan dikelola oleh lembaga mirip PIP, tapi bukan oleh PIP,” katanya.

Menurut Pradnyana, dana dari petroleum fund tidak akan disalurkan ke kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi. Dana itu akan digunakan untuk kegiatan survei umum untuk melengkapi data studi geologi dan geofisika sebelum pemerintah menawarkan wilayah kerja migas kepada calon investor. "Calon investor nantinya tidak ragu dengan wilayah kerja migas yang ditawarkan pemerintah, sehingga diharapkan banyak kontraktor besar turut kembali dalam proses pelelangan wilayah kerja migas," ujar dia.

Satya W Yudha, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat,  mendukung rencana pembentukan petroleum fund karena berguna untuk meningkatkan ketersediaan data terkait wilayah kerja migas nasional, khususnya yang berada di Indonesia Timur. “Potensi migas di wilayah tersebut besar, namun data yang tersedia saat ini masih sangat minim karena terbatas pendanaan,” katanya.

Berbeda dengan usulan BP Migas soal pengelola petroleum fund, Satya berpendapat dana tersebut sebaiknya dikelola oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama BP Migas. Apalagi, Kementerian Energi telah memiliki Badan Geologi dan Direktorat Jenderal Migas yang bertugas menangani studi geologi dan wilayah kerja migas.

Askolani, Direktur PNBP Kementerian Keuangan, saat dikonfirmasi menyatakan belum bisa mengomentari usulan BP Migas soal pembentukan Petroleum Fund dengan dana dari PNBP sektor migas. “Kami akan mempelajari dan mengkaji lebih lanjut usulan tersebut,” kata dia.

Previous PostHari Jadi Pertambangan dan Energi Ke-66
Next PostPerpanjangan Kontrak Migas Harus Cepat